Blogere Habel

Blogere Habel

Rabu, 16 Desember 2009

Soal UN, Mendiknas Dianggap Tidak Arief


Mohammad Nuh, Menteri Pendidikan Nasional
Kamis, 17 Desember 2009
JAKARTA, Ujian Nasional (UN) sebagai kebijakan dalam pendidikan nasional harus jelas tujuannya, baik itu untuk evaluasi belajar maupun pemetaan. Karena untuk menuntut kejelasan itulah, UN menjadi persoalan yang kontroversial, menjadi polemik di tengah masyarakat, sehingga harus dihadapi dan dicari jalan keluarnya.

"Yang namanya persoalan memang harus dipersoalkan selama belum selesai dengan tuntas. Mendiknas harus menghadapi itu dan mengambil keputusan yang terbaik, sebab UN menyangkut hajat orang banyak," ujar Mohammad Abduhzen, Sekretaris Institute for Education Reform (IER) Universitas Paramadina di Jakarta, Kamis (17/12).

Sejatinya, kata Abduh, masyarakat ingin tahu, bentuk dan pelaksanaan UN pasca putusan MA. Sehingga sebelum benar-benar dianggap tuntas, UN layak dipersoalkan sebagai pencari jalan keluar.

"Kita berharap, Mendiknas baru ini akan membawa perubahan baru, ternyata yang ada hanya meneruskan kebijakan yang lama," ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, terkait berbagai usulan menjadikan UN hanya sebagai pemetaan pendidikan, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh di Jakarta, Senin (14/12/2009), meminta supaya kontroversi UN sebagai syarat kelulusan atau pemetaan pendidikan dihentikan.

"Kalau hasil UN tidak melekat pada nilai pada orang per orang, maka bisa menjadi bias lagi. Karena UN itu tidak menentukan, nanti peserta menjawab sembarangan. Jadi kenapa persoalan UN terus kita kontroversikan? Jauh lebih baik, untuk menentukan kelulusan, juga untuk melihat standar pencapaian di tingkat nasional," kata Nuh kepada wartawan.

Arif dan bijaksana

Sebetulnya, lanjur Abduh, akan arif dan bijaksana jika Mendiknas mengatakan, bahwa UN tetap dilakukan di 2010 hanya sebagai sebuah transisi. Sebabnya, sistem UN harus dikaji lebih jauh lagi sebagai sebuah model evaluasi belajar. Perlunya dikaji karena terkait putusan MA, UN juga tidak perlu menjadi penentu kelulusan, perlunya UN ulang, serta departemen (Depdiknas) hanya akan membuat kisi-kisi soal dan kelulusan diserahkan ke sekolah.

"Harusnya Mendiknas merespon masyarakat dengan melihat realitas UN sebelum-sebelumnya. Ini memperlihatkan bahwa dari sisi komunikasi Mendiknas masih sangat tertutup terhadap masukan-masukan masyarakat untuk melakukan perubahan," ujarnya.

Sementara itu, menurut pakar pendidikan Anita Lie, keputusan yang diambil oleh Mendiknas tidak arief. Secara prinsipil, keputusan tersebut sudah jelas bukan kebutuhan riil di masyarakat.

"Prinsip-prinsip keadilannya tidak ada, khususnya bagi anak-anak didik," ujar guru besar di Unika Widya Mandala, Surabaya, ini.

Sependapat dengan Anita, Koordinator Education Forum Suparman juga mengatakan, bahwa Mendiknas tidak akomodatif, khususnya terhadap keluhan anak-anak didik. Suparman mengatakan, harusnya UN dimulai dari perspektif anak, bahwa anak lebih dulu belajar dengan nyaman karena kebutuhan semua fasilitas untuk mendidik mereka sudah terpenuhi secara lengkap.

"Itu baru adil," ujarnya.

Suparman menambahkan, jika memang Mendiknas tetap "kekeuh" menjadikan UN sebagai bagian dari penentu kelulusan, hasil UN sebaiknya hanya menjadi penilaian kumulatif.

Memang, selama ini pemerintah sudah melakukan tiga hal yang menjadi syarat pelaksanaan peninjauan UN terkait putusan Mahkamah Agung (MA), yaitu meningkatkan kualitas guru, memperbaiki kualitas sarana dan prasarana pendidikan, serta akses yang informasi yang lengkap di seluruh Indonesia. Hanya, kata dia, kenyataan di lapangan belum dipenuhi secara lengkap.

"Jangan beralasan mereka sudah melakukan. Kami juga tahu, dari dulu pemerintah memang sudah melalukannya, tapi belum lengkap sebagaimana dituntut oleh keputusan pengadilan," ujar Suparman.

"Kalau tidak lengkap UN harusnya ditunda dulu, dikaji dulu, tetapi susah dilakukan, karena persoalan ini dikacaukan oleh penafsiran-penafsiran lain yang kemudian dijadikan alasan untuk tetap melanjutkan UN. UN melanggar hak anak kok, ini akan menjadi citra buruk buat pemerintah ke depan," ujar Suparman. (kompas)

Read More..

Habil & Fidia Blogger

Habil & Fidia Blogger
Hari ini ku telah menemukan kembali cinta itu dan tak ingin melepaskannya lagi…

10 Top Komentar

education news

chat box

Shout box


ShoutMix chat widget

Followers

Head News

Berita Olahraga

all in one mail

Selayang Pandang



Tanggal 10 Mei 2009 saya melepas masa lajang saya

Alhamdulillah sekarang saya sudah menjadi CPNS

Tanggal 1 November 2009 aku berangkat LPJ di Singosari selama 21 hari

Buruan daftar CPNS



Calender





Free Blog Calendar

waktu

Seputar Linux

Seputar Guru

Berita Olah Raga

berita penerbangan

Website & Kegiatan


Pasuruan Global Tech
 

Copyright © 2009 by Blogger'e Habel